Minggu, 03 April 2011

Analysing WEB


Analysing the Web
Mengapa anda menganalisa website? Apa tujuannya ? dan apa fungsinya ?. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul mungkin karena anda belum mengetahui maksud dan tujuannya. Saya akan mencoba menjelaskannya
Tujuan analisa website
Tujuan menganalisa suatu website adalah mengetahui semua peringkat/rangking suatu website dilihat dari tingkat kepopulerannya, sehingga dapat diketahui kekurangan apa yang harus diperbaiki untuk mendapatkan web yang optimal.Selain itu mengetahui prediksi suatu website dalam hal : kisaran harga website ( marketplace) serta berapa kisaran pendapatan yang dihasilkan website tersebut dalam periode tertentu.

Apa saja yang diperhatikan dalam analisa suatu website
Banyak hal yang perlu diperhatika,antara lain :
1. Link Popularity
2. Backlink
3. Meta Tag
4. Pemilihan Keyword yang tepat
5. Ranking Pagerank,Alexa
6. Optimasi HTML
7. Informasi server
8. Data domain
9. Informasi IP address
10. Robot.txt
11. Dan lain – lain

A.      Metodologi (membangun sekitar studi kasus)

1. Pengertian Studi Kasus
Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.

 2. Jenis-jenis Studi Kasus
a. Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasi
tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuni perkembangan organisasinya. Studi mi sening kunang memungkinkan untuk diselenggarakan, karena sumbernya kunang mencukupi untuk dikerjakan secara minimal.
b. Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul observasi peran-senta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.
c. Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu onang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara sejarah hiclup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja, sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu lainnya.
d. Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus observasi.
e. Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.
f. Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang belajar menggambar.

3. Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus
a. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan
(purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan
menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit
sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga
dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber yang tersedia;
b. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang
lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;
c. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;
d. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;
e. Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehiclupan seseorang atau kelompik.

4. Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik
a. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum
atau bahkan dengan kepentingan nasional.
b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan
oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu
diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat meskipun dihadang oleh
berbagai keterbatasan.
c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang
berbeda-beda.
d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja,
baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip
selektifitas.
e. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi
pada pembaca.

B.      BERPIKIR KRITIS
Ada tiga pendapat tentang berpikir kritis, diantaranya adalah:
Menurut Husnan Nurjuman (Dosen Komunikasi Politik UHAMKA) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir dengan menyibak persoalan secara mendasar dari akar persoalan tersebut, lalau melihat rlasi dari setiap akar persoalan dengan akar persoalan yang laian.. terutama relasi antar stakeholder yang ada dalam persoalan tersebut. Berpikir kritis adalah berpikir yang melihat tiap persoalan berakar dari sistem bukan personal.
Menurut Syafaat Ariful Huda (mahasiswa semester 6 FKIP Biologi UHAMKA) bahwa berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang dilandasi atas dasar permasalahan yang ada secvara konkrit dengan mengaitkan permasalahan-permasalahan yang ada sehingga tercipta pola pikir yang sistematis guna secara tepat melihat akar permasalahan dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan tanpa menimbulkan masalah baru.
Tapi menurut Junaedi (Mahasiswa semester 2 FISIP UHAMKA) bahwa berpikir kritis adalah berpikir yang menjungjung tinggi nilai kebenaran. Bagaimanpun ketika kita nerpikir harus berpatokan kepada nilai kebenaran tanpa menyelipkan nilai kesalahan dan ketidakpastian demi untuk menyatakan suatu pernyataan. Berpikir kritis merupakan hal yang harus kita lakukan sebagai manusia yang peduli kebenaran. Jangan ragu dan jangan sunkan untuk mengedepankan nilai kebenaran.
Ini diambil dalam waktu yang bersamaan ketika saya memikirkan tentang arti berpikir Kritis. Jadi masih banyak arti-arti lain tentang berpikir kritis menurut para ahli yang benar-benar ahli dalam bidang ini. Dan tidak menutup kemungkinan para pembaca mempunyai arti tersendiri tentang berpikir kritis.
NOTE: apalah arti sebuah kata dari berpikir kritis juka kita tidak membela yang benar.

C.      TEORI GRAF
Dalam matematika dan ilmu komputer, teori graf adalah cabang kajian yang mempelajari sifat-sifat graf. Secara informal, suatu graf adalah himpunan benda-benda yang disebut simpul (vertex atau node) yang terhubung oleh sisi (edge) atau busur (arc). Biasanya graf digambarkan sebagai kumpulan titik-titik (melambangkan simpul) yang dihubungkan oleh garis-garis (melambangkan sisi) atau garis berpanah (melambangkan busur). Suatu sisi dapat menghubungkan suatu simpul dengan simpul yang sama. Sisi yang demikian dinamakan gelang (loop).
Banyak sekali struktur yang bisa direpresentasikan dengan graf, dan banyak masalah yang bisa diselesaikan dengan bantuan graf. Jaringan persahabatan pada Friendster bisa direpresentasikan dengan graf: simpul-simpulnya adalah para pemakai Friendster dan ada sisi antara A dan B jika dan hanya jika A berteman (berkoinsidensi) dengan B. Perkembangan algoritma untuk menangani graf akan berdampak besar bagi ilmu komputer.
Sebuah struktur graf bisa dikembangkan dengan memberi bobot pada tiap sisi. Graf berbobot dapat digunakan untuk melambangkan banyak konsep berbeda. Sebagai contoh jika suatu graf melambangkan jaringan jalan maka bobotnya bisa berarti panjang jalan maupun batas kecepatan tertinggi pada jalan tertentu. Ekstensi lain pada graf adalah dengan membuat sisinya berarah, yang secara teknis disebut graf berarah atau digraf (directed graph). Digraf dengan sisi berbobot disebut jaringan.
Jaringan banyak digunakan pada cabang praktis teori graf yaitu analisis jaringan. Perlu dicatat bahwa pada analisis jaringan, definisi kata "jaringan" bisa berbeda, dan sering berarti graf sederhana (tanpa bobot dan arah).

 Sedikit lebih formal

Suatu graph G dapat dinyatakan sebagai G = < V,E > . Graph G terdiri atas himpunan V yang berisikan simpul pada graf tersebut dan himpunan dari E yang berisi sisi pada graf tersebut. Himpunan E dinyatakan sebagai pasangan dari simpul yang ada dalam V. Sebagai contoh definisi dari graf pada gambar di atas adalah : V = {1,2,3,4,5,6} dan E = {(1,2),(1,5),(2,3),(3,4),(4,5),(5,2),(4,6)}

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/bd/Cesta_%28graf%29.svg/239px-Cesta_%28graf%29.svg.png
Gambar dengan node yang sama dengan yang diatas, tapi merupakan digraf.
Pada digraf maka pasangan-pasangan ini merupakan pasangan terurut. Untuk menyatakan digraf (gambar kedua yang menggunakan tanda panah) kita dapat menggunakan himpunan edge sebagai berikut :
E = { < 1,2 > , < 1,5 > , < 2,5 > , < 3,2 > , < 4,3 > , < 5,4 > , < 4,6 > }
Dalam himpunan edge untuk digraf, urutan pasangan verteks menentukan arah dari edge tersebut.
Dalam teori graf, formalisasi ini untuk memudahkan ketika nanti harus membahas terminologi selanjutnya yang berhubungan dengan graph. Beberapa terminologi berhubungan dengan teori graf :
  • Degree atau derajat dari suatu node, jumlah edge yang dimulai atau berakhir pada node tersebut. Node 5 berderajat 3. Node 1 berderajat 2.
  • Path suatu jalur yang ada pada graph, misalnya antara 1 dan 6 ada path  b \rightarrow c \rightarrow g
  • Cycle siklus ? path yang kembali melalui titik asal 2  f \rightarrow c \rightarrow d \rightarrow e kembali ke 2.
  • Tree merupakan salah satu jenis graf yang tidak mengandung cycle. Jika edge f dan a dalam digraf diatas dihilangkan, digraf tersebut menjadi sebuah tree. Jumlah edge dalam suatu tree adalah nV - 1. Dimana nV adalah jumlah vertex
  • Graf Tak Berarah (Undirected Graph) Graf G disebut graf tak berarah (undirected graph) jika setiap sisinya tidak berarah. Dengan kata lain (vi,vj)=(vj,vi)
  • Graf Berarah (Directed Graph) Graf G disebut graf berarah (directed graph) jika setiap sisinya berarah. Titik awal dari suatu sisi disebut verteks awal (initial vertex) sedangkan titik akhir dari suatu sisi disebut verteks akhir (terminal vertex). Loop pada graf adalah sisi yang verteks awal dan verteks akhirnya sama.
Artikel ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
D.      Kekuasaan hukum
Hukum dijalankan dengan adanya pandangan terhadap kekuasaan. Masalahnya kemudian, bagaimana ‘orang dahulu’ menjalankan kekuasaan?
J.L (Hans) Bakker (1993) percaya bahwa Negara (dalam term Sanskrit dan bukan “state”) di Jawa adalah sebuah bentuk pemerintahan Patrimonial-Prebendal Weberian dimana pemimpin adalah “pusat dari pusat” (the ruler is “the centre of the centre”) dan tentu saja demokrasi liberal yang berasaskan negasi (dimana kritik adalah penyeimbang) tidak akan berlaku. Yang ada adalah politik harmoni, dimana terdapat ‘penyatuan’ antara pemimpin dan yang dipimpin.
Gusti adalah perwujudan dewa, oleh karenanya ia akan selalu menjadi dewa bagi hamba, kemanapun hamba itu pergi. Teritorial akhirnya tidak penting. Ong Hokham (2002; 235) menyatakan bahwa yang paling penting dalam monarki di Asia Tenggara adalah jumlah penduduk, cacah, atau jika di Sunda dikenal dengan somah. Soemarsaid Moertono (1985 (1968)) juga telah mengungkapkan hal ini.
Teks Sunda tahun 1518, Sanghyang Siksakanda Ng Karesian (Atja, Drs & Danasasmita, Saleh Drs. 1981) memperlihatkan posisi raja di atas segalanya, bahkan mengalahkan posisi orang-orang yang berhubungan dengan darah. Kasih sayang kepada sahabat dan saudara yang mengakibatkan seseorang tidak patuh kepada raja akan dilarang dan dilihat sebagai darma cante; ”… artinya membantu pihak yang dibenci oleh raja kita, disuruh mengambil atau pergi membunuh yang mendurhaka raja, berubah jadi memberi hati, karena ragu-ragu, karena sahabat, karena saudara; hal itu jangan dilakukan, karena pemali, salah kasih sayang artinya.”
Ketika raja adalah pusat kekuasaan, maka ia menjadi pusat hukum. Maka, siapa yang dekat dengan raja, ia dekat dengan kekuasaan dan kemudian dapat mengatur hukum.
Karena logika ’kedekatan’ ini pula, banyak aturan lama di pulau Jawa dahulu fokus pada aturan yang mengelola ’kedekatan’ seorang hamba dengan raja. Banyak aturan yang ”menyulitkan” ketika menemui raja/gusti dan atau pembantunya.
Dalam naskah Sanghyang Siksakanda Ng Karesian misalnya terdapat aturan tatacara hamba di depan raja; ”… Demikianlah kepada raja kita; kaki kita gunakan untuk bersila, tangan gunakan untuk menyembah. Bila kita berbicara dengan menak, dengan majikan pemilik tanah, dengan semua penegak hukum, dengan wanita larangan, demikian pula dengan raja kita; bila kita dipercaya, jangan culas dalam kesetiaan kita, demikian pula salah jawab kelihatan air muka tidak senang raja kita”.
Akan tetapi, represi (tekanan), menurut Michel Foucault (1977), tidak pernah berpisah dari resistensi (perlawanan). Aturan tidak hanya berfungsi menekan, akan tetapi juga melatih. Aturan berperilaku kepada gusti yang keras itu turut melatih bagaimana cara menghindar dari hukum yakni dengan mendekati raja atau pembantu-pembantunya. Terlebih hal ini didefinisikan sebagai ’kesetiaan pengabdian’ bukan ’korupsi’, ’nepotisme’ dan lain sebagainya.
Jadi, meski Raffles dan Crawfurd tampak mulia, pada dasarnya, mereka tidak secerdas yang kita kira. Mereka sama sekali tidak mengerti ’gaya’ kekuasaan di Jawa (Raffles pun hanya menyingkirkan cara orang Jawa menulis sejarah sebagai ”Antiquity” di satu bab History of Java). ‘Penghambaan serendah-rendahnya di hadapan Gusti’ dilihat orang jawa sebagai kepatuhan seorang abdi, atau malah dilihat sebagai “cara dimana seseorang menjadi terhormat”, sedang bagi Raffles&Crawfurd hal itu adalah ‘nepotisme’
Kedekatan di Jaman Sekarang
Jaman berganti, pelaksanaan kekuasaan juga hukum pun, katanya, berganti. Negara dijalankan dengan membagi-bagi struktur kekuasaan; eksekutif, yudikatif dan legislatif. Terakhir, Reformasi 1998 katanya memunculkan perombakan struktur; pemangkasan birokrasi, pemunculan institusi baru dan lain-lain.

Struktur boleh berubah, tapi bagaimana dengan cara pandang kita yang telah dilatih ratusan tahun?
Hingga sekarang, tidak akan ada yang menyanggah pameo “siapa yang dekat dengan kekuasaan, niscaya ia mempunyai kekuasaan pula”. Munculnya markus (makelar kasus) atau juga makelar pekerjaan seperti yang menimpa buruh-buruh kecil adalah praktik dari ‘latihan ratusan tahun’ ini.
Dalam hebohnya kasus KPK misalnya, hanya ada satu syarat sukses Ari Muladi menjadi markus, yakni jaminan bahwa dirinya dekat dengan pemimpin KPK. Entah kedekatan ini benar atau tidak, banyak orang yang percaya dan menggunakannya sebagai senjata melawan hukum. Artinya, orang pun masih percaya bahwa hukum bisa disiasati dengan politik kedekatan.

Struktur pada dasarnya adalah alat belaka, sedang cara pandang (the way of thingking, saying etc) adalah yang penting. Jadi, sepanjang cara pandang terhadap ‘kedekatan’ seperti ini masih diimani, perombakan struktur tidak akan berarti apa-apa. Yang ada, paling-paling hanya bagaimana aturan dan struktur itu disiasati (dan kalau perlu dirubah) demi harmonisasi, kedekatan atau istilah kerennya “kekeluargaan”.
Yang lebih parah lagi, kalau orang kecil dijejali dan diharuskan dengan hukum positif, tapi penguasanya enak-enakan menjalankan kekuasaan dengan model ‘kekeluargaan’.
Secara singkat berisi tentang Hubungan kekuasaan dengan hukum:
Positivisme Hukum dan Realisme Hukum
1.      John Austin: hukum sebagai perintah dari “penguasa” kepada “yang dikuasai” (berdasar kekuasaan), hukum tidak identik dengan keadilan, mempunyai sanksi, “hukum positif” dibedakan dari “aturan sosial/moral,” dan dipengaruhi oleh utilitarianisme Jeremy Bentham;
2.      Hans Kelsen: Teori Hukum Murni, basic norm–stuffenbau, “hukum (positif)” dipisahkan dari “nilai-nilai” lainnya seperti etika moral, pengaruh politik, ekonomi, dinamika global, dsb;
3.      J.L.A. Hart: hukum dipisah dari moral-etika, sistem hukum adalah sistem logika tertutup;
4.      Realisme Hukum: di AS, (kaitkan dengan mazhab historis-von Savigny dan sociological jurisprudence-Pound). Salah satu tokohnya adalah Hakim Holmes yang berpendapat bahwa hukum tak dapat dipisahkan dari konteks historisnya. Dan penafsiran hukum menjadi penting.
 Teori Kontrak
Dengan tokohnya: Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu, J.J. Rousseau, dan Hegel. Negara adalah hasil konsensus individu-individu.
Teori Hukum Liberal
Inti: rule of law.
E.      NETWORKS
JARINGAN SOSIAL

Analisis jaringan sosial pandangan hubungan sosial dari segi teori jaringan terdiri dari node dan hubungan (juga disebut tepi, link, atau koneksi). Node adalah aktor individual dalam jaringan, dan hubungan adalah hubungan antara para aktor. Struktur berbasis grafik yang dihasilkan seringkali sangat kompleks. Ada bisa banyak jenis hubungan antara node. Penelitian di berbagai bidang akademik telah menunjukkan bahwa jaringan sosial beroperasi pada banyak tingkatan, dari keluarga sampai ke tingkat negara-negara, dan memainkan peran penting dalam menentukan cara memecahkan masalah tersebut, organisasi dijalankan, dan sejauh mana individu-individu berhasil dalam mencapai tujuan mereka.

Dalam bentuk yang paling sederhana, jaringan sosial adalah peta hubungan yang relevan dipilih antara node yang dipelajari, tanpa membedakan jenis hubungan. Node yang individu demikian dihubungkan adalah kontak sosial individu itu. Jaringan tersebut juga dapat digunakan untuk mengukur modal sosial - nilai bahwa seseorang mendapatkan dari jaringan sosial. Konsep-konsep ini sering ditampilkan dalam diagram jaringan sosial, dimana node adalah poin dan hubungan adalah baris.

Analisis jaringan sosial
Contoh diagram jaringan sosial. Simpul dengan sentralitas tertinggi betweenness ditandai dengan warna kuning.

Analisis jaringan sosial (terkait dengan teori jaringan) telah muncul sebagai teknik utama dalam sosiologi modern. Hal ini juga mendapatkan pengikut yang signifikan dalam antropologi, biologi, komunikasi studi, ekonomi, geografi, ilmu informasi, studi organisasi, psikologi sosial, dan sosiolinguistik, dan telah menjadi topik yang populer spekulasi dan belajar.

Orang-orang telah menggunakan gagasan "jaringan sosial" longgar selama lebih dari abad ke berkonotasi set kompleks dari hubungan antara anggota sistem sosial pada semua skala, dari interpersonal ke internasional. Pada tahun 1954, JA Barnes mulai menggunakan istilah sistematis untuk menunjukkan pola hubungan, meliputi konsep-konsep tradisional yang digunakan oleh publik dan yang digunakan oleh ilmuwan sosial: kelompok dibatasi (misalnya, suku, keluarga) dan kategori sosial (misalnya, jenis kelamin, etnis). Cendekiawan seperti S.D. Berkowitz, Stephen Borgatti, Burt Ronald, Carley Kathleen, Everett Martin, Katherine Faust, Freeman Linton, Granovetter Mark, Knoke David, Krackhardt David, Peter Marsden, Mullins Nicholas, Anatol Rapoport, Stanley Wasserman, Barry Wellman, Douglas R. White, dan Harrison Putih memperluas penggunaan analisis jaringan sosial yang sistematis. [1]

Analisis jaringan sosial kini telah dipindahkan menjadi metafora sugestif ke pendekatan analitik untuk paradigma, dengan laporan sendiri teoritis, metode, jaringan lunak analisis sosial, dan peneliti. Analis alasan dari keseluruhan untuk sebagian; dari struktur kaitannya dengan individu, dari perilaku sikap. Mereka biasanya baik mempelajari jaringan keseluruhan (juga dikenal sebagai jaringan lengkap), semua hubungan yang mengandung hubungan yang ditentukan dalam populasi tertentu, atau jaringan pribadi (juga dikenal sebagai jaringan egosentris), ikatan bahwa orang-orang tertentu memiliki, seperti "mereka komunitas pribadi "[2] Perbedaan antara seluruh / jaringan lengkap dan pribadi / jaringan egosentris telah. bergantung sebagian besar pada bagaimana analis mampu mengumpulkan data. Artinya, bagi kelompok seperti perusahaan, sekolah, atau masyarakat keanggotaan, analis diperkirakan memiliki informasi lengkap tentang yang ada di jaringan, semua peserta yang baik ego potensial dan mengubah. Pribadi / studi egosentris biasanya dilakukan ketika identitas ego yang dikenal, namun tidak mengubah mereka. Studi ini bergantung pada ego untuk memberikan informasi tentang identitas mengubah dan tidak ada harapan bahwa berbagai ego atau set mengubah akan dikaitkan satu sama lain. Sebuah jaringan snowball mengacu pada gagasan bahwa mengubah diidentifikasi dalam sebuah survei egosentris kemudian menjadi ego diri mereka sendiri dan pada gilirannya mampu untuk mencalonkan mengubah tambahan. Walaupun ada batas logistik berat untuk melakukan studi jaringan bola salju, sebuah metode untuk memeriksa jaringan hibrid baru-baru ini telah dikembangkan di mana ego dalam jaringan lengkap dapat mengusulkan mengubah dinyatakan tidak terdaftar yang kemudian tersedia untuk semua ego berikutnya untuk melihat. [3] hibrida yang jaringan mungkin berharga untuk memeriksa seluruh / jaringan lengkap yang diharapkan untuk memasukkan pemain penting diluar mereka yang secara resmi diidentifikasi. Sebagai contoh, karyawan perusahaan sering bekerja dengan konsultan non-perusahaan yang mungkin menjadi bagian dari jaringan yang tidak dapat sepenuhnya ditentukan sebelum pengumpulan data.
Komunikasi dalam sosialisasi pernah dipandang  sebagai transfer informasi dari pengirim kepada penerima. Namun saat ini komunikasi dianggap sebagai berbagai informasi. Perubahan ini membawa akibat pada pemusatan perhatian analisis  komunikasi  kepada hubungan antar  individu  yang   menunjukkan lingkaran pergaulan langsung dalam sebuah topik  tertentu (Gonzales dalam Jahi, 1993: 92).
Ada berbagai cara untuk mengetahui dan mengerti indikator elemen komunikasi diantaranya: pertama, isi dan sumber informasi indikatornya ditunjukkan dari apa yang diinformasikan dan “siapa” serta “mengapa”  menjadi potential people. Siapa dalam pengertian ini lebih menunjukan tentang gambaran posisi yang bersangkutan pada struktur masyarakat setempat, karena siapa berarti pula mempertanyakan tentang posisi yang bersangkutan. Sedangkan mengapa berarti menggambarkan tentang proses sosial yang ada pada masyarakat itu. Mengapa mengindikasikan bagaimana struktur sosial itu dapat berjalan sesuai fungsinya (proses sosial). 
Kedua, tipologi jenis saluran komunikasi indikatornya dapat dilihat dari jumlah institusi sosial baik formal atau non formal dalam organisasi dan efektifitas fungsionalnya. Ketiga, tipologi khalayak indikatornya  berupa gambaran tentang karakteristik demografi setempat. Setiap kelompok karakteristik demografinya akan  lebih mudah bila dilihat dari sisi tertentu dengan mempertimbangkan status, ekonomi dan sosial (SES). Pada kelompok yang SES-nya tinggi, ada kecenderungan cukup selektif dalam menerima informasi. Tetapi sebaliknya, kelompok yang SES-nya rendah cenderung apatis terhadap informasi.
Ketika analisis terhadap hubungan dalam sebuah sistem sosial dilakukan lebih dikenal dengan analisis  jaringan  komunikasi. Analisis  ini dapat digunakan untuk mengetahui keanggotaan jaringan sosial,  arah  hubungan,  kepemukaan  pendapat, jaringan komunikasi personal, sampai pada kekompakan jaringan  komunikasi  (lihat, Cahyana dalam Suyanto,  1995:  218-221).
Pemahaman tentang definisi jaringan sosial itu sendiri adalah suatu jaringan relasi dan hubungan sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat.  Jaringan ini merupakan keseluruhan relasi dan hubungan sosial yang dapat diamati di suatu masyarakat, misalnya jaringan sosial yang terdapat di masyarakat desa, keseluruhan relasi dan hubungan sosial di kalangan pemimpin desa, antara pemimpin desa dan masyarakat desa, di kalangan warga masyarakat tersebut pada umumnya . Relasi dan hubungan sosial itu terdapat diberbagai bidang kehidupan yan meliputi ekonomi, sosial, kebudayaan dan lain-lain. Jaringan relasi dan hubungan sosial merupakan pencerminan hubungan antar status-status dan peran-peran dalam masyarakat. Daringan sosial di masyarakat komplek lebih rumit dibanding masyarakat sederhana atau masyarakat primitif. (lihat Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 7, 1989 : 345).
Menurut Wright (1988 : 102 – 104) fokus kajian jaringan komunikasi lebih diarahkan pada pola-pola pengaruh, yaitu  siapa yang menjadi influentials atau orang-orang yang berpengaruh dan bagaimana morphis–nya atau dengan kata lain seberapa jauh penyebaran pengaruhnya. Ini berarti, kajian jaringan komunikasi berhubungan dengan ketokohan seseorang. Sebutan tokoh tentu berkait erat dengan status. Dan status adalah bagian yang tak terpisahkan dengan pengaruh atau aksesibilitas masyarakat setempat terhadap sumber informasi dan segala aspeknya.
Analisis jaringan ini dapat dilihat melalui hubungan – hubungan yang terdapat diantara orang – orang dan diantara klik – klik pada suatu topik tertentu yang dapat diungkapkan dengan teknik – teknik sosiomentri dan didasarkan pada penemuan “siapa berinteraksi dengan siapa“ (lihat, Gonzalez dalam Jahi, 1993 : 94).   Bukti nyata efek jaringan komunikasi  pada  perubahan perilaku  seseorang diperoleh dari beberapa  studi  tentang adopsi program atau kegiatan pemerintah. Seperti dinyatakan Gonzales,  untuk  sebagian, perilaku  seseorang  dipengaruhi  oleh  hubungan  orang tersebut dengan orang lain  atau  oleh jaringan komunikasi yang diikutinya (lihat, Gonzales dalam Jahi, 1993: 98).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hi Guys, Udah lama gak ngeblog, Now, I am back ^_^ Mau berbagi pengalaman sedikit tentang persiapan merried kemarin, gue akan...